Senin, 29 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 10




Frank’s POV

Kris tertidur di atas meja kantor, bahkan beberapa gelas tehpun tidak mampu menahan rasa kantuknya, untuk seseorang seperti dia yang tidak bisa tidur selama mungkin 3 hari, tidur merupakan hal yang menguntungkan untuknya saat ini.

Sepertinya percakapanku dengan dia sudah mengurangi tekanan yang dialaminya dan sebagai dokter aku sangat senang.

Saat aku berjalan keluar dari ruang kontrol dengan cangkir kosong, aku melihat Mike melambai ke arahku terus menerus. Aku berjalan dengan senyum dan meletakkan cangkir kosong di tangannya, "Apakah tidak nyaman untuk ditonton?"

"Kau begitu menakjubkan!" Matanya bersinar, "Kau perlu tahu bahwa aku belum berada di rumah selama lebih dari 24 jam dan pacarku berpikir aku akan kawin lari denganmu."

"Oh, apakah itu benar?? Aku berkedip padanya, "Sepertinya pacarmu lebih tahu bagaimana menghargai pesonaku."

"Simpan kalimatmu." Dia menjawab acuh tak acuh. "Tapi memang benar bahwa Tuan yang terselamatkan bisa terpikat dengan pesonamu."

"Tentu saja. Ini adalah kewajibanku untuk membuat anak yang sedang  marah kembali bahagia." Kataku dan sambil berjalan menuju kamar mandi, "Jangan lupa untuk membawa dua cangkir teh ini, ini bukan akhir yang sederhana."

Mike mengambil cangkir dengan malas, "Yah, aku seorang bartender. Lanjutkan saja menyemangati  anak kecil yang lucu dan emosional itu, kami akan bertanggung jawab untuk mengamatimu dari luar."


Saat aku baru keluar dari kamar mandi, aku melihat Kris yang masih tertidur, rambut emasnya yang acak-acakan berada di atas meja.

"Pada data jelas yang masuk ke fileku, Bisakah kau tidak mengungkapkan beberapa hal penting yang awalnya hanya diketahui oleh orang dalam." kataku disamping David, kepalanya yang botak dan licin terkadang membuatku untuk tidak bisa menjadi serius saat berbicara.

"Dengar, Frank. Kematian akan menjadi hal yang sangat menakutkan. Tanpa pelatihan yang baik, aku takut hatimu tidak bisa menerimanya." katanya.


Kamis, 25 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 9



Di depan mesin Dance Revolution, Sehun menyipitkan matanya dan berbalik, "Jangan menyerah padaku." Katanya.

Dengan kepala menghadap ke depan, Luhan mengatakan, "Itu mungkin bisa jadi alasan yang bagus. Jika kau menang, tolong nanti beritahu orang-orang bahwa aku menyerah padamu dan bukan karena aku bermain dengan buruk."

"Kau akan menghadapi kematian. Bisakah kau jangan bercanda seperti anak kecil?" Cemberut Sehun.
"Siapa bilang aku akan mati," Luhan mencoba pemanasan, "Meskipun aku hanya beberapa tahun lebih tua dari kau, bukan berarti aku tidak lincah memainkan ini."

"Kau adalah senior yang paling tidak tahu malu yang pernah kutemui." Sehun menggelengkan kepalanya.
"Dan kau, kau adalah si bungsu yang paling sombong yang pernah kutemui." Luhan tersenyum sambil memberikan komentar.

"Apakah kita bisa memulainya?" Luhan berpaling pada Sehun, "Sebaiknya kau melakukan yang terbaik karena belum pernah ada yang menang melawanku dalam permainan ini."

Senin, 22 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 8



Tatapan waspada semua orang mendarat ke Yixing, yang duduk di sofa, terdiam selama 2 detik sebelum berdiri sadar.
"Cedera pinggangnya belum sembuh ." Aku memegangi Yixing, yang sedang berjalan menuju mesin Dance Revolution,  "Itu karena penampilan sebelum kita naik pesawat, kau tahu itu." aku menatap tajam Jongin.
Dia mendengus tidak senang dan menatapku penuh ejek, "Kenapa? Bagaimana kalau kau yang bermain denganku? "

Aku menahan jawabanku, aku seorang pengecut.

"Siapa yang tidak memiliki cedera apapun," Jongin tersenyum sinis, tatapannya meremehkan Yixing. Itu adalah tatapan yang terlalu familiar bagi Yixing ketika pertama kali ia tiba di Korea, ia mengetahui kelemahan Yixing begitu baik.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja." Benar saja, Yixing menyingkirkan tanganku, berjalan menjauh dari sisiku dan berdiri di atas mesin Dance Revolution. Luhan menatapku cemas, tatapannya nyaris berkata, "Apa yang kau inginkan?"
Aku merasa seperti menampar diriku seratus kali, aku merasa seperti menarikn Yixing dari mesin Dance Revolution, tapi aku tidak. Malahan, aku dengan bodoh menonton saudara-saudarku mengadili kematian mereka sendiri.

"Lay, kau lawan yang aku hormati, tetapi kau tidak akan merasakan kemenangan." Jongin menyilangkan lengannya saat ia mencermati Yixing. Yixing diam sambil menatap layar.
"Ayo kita mulai?" Jongin menatap Yixing secara provokatif.
Tiba-tiba, Luhan berseru, "Tunggu!"
Dua orang yang berdiri di mesin Dance Revolution berbalik  dan menatap Luhan, berharap dia untuk melanjutkan kalimatnya.
Luhan menatapku kemudian ke Jongin, dia tampak seperti kehilangan kata-kata,  "Apa  ...  yang akan menjadi hukumannya?" Tanyanya.

Minggu, 21 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 7



Hari itu adalah hari yang disinari matahari, bunga dan tanaman di luar jendela mekar  seolah-olah memamerkan kebebasan mereka hidup, menjengkelkan. Di bawah peringatan countdown timer yang terus berdetik, kehidupan kami nampaknya menguap ke dalam keadaan sekitar rumah yang penuh warna.

2 jam kemudian, Luhan menuruni tangga.
"Terima kasih," Aku menggumam sembarang, kutahu ia akan mengerti.
"Mengapa begitu formal mengucapkannya." Ia benar-benar menunjukkan ketidaktertarikannya menghampiriku dan malah mendekati Sehun di pojokan yang sejenak menyipitkan mata kecilnya dan mengulaskan sebuah senyum.
"Apakah kau baik-baik saja." Luhan berjalan mendekat dan mengusap rambutnya.
"Perutku sedikit tidak nyaman." Sehun mengusap lambungnya, matanya tetap terpaku pada wajah Luhan.
"Itu karena kau minum minuman keras dengan perut kosong, kau perlu makan sesuatu, oh? Bukankah kau..... " ia berbicara dan menoleh kepadaku ," Bukankah kau punya makanan? "
Sehun mengusap perutnya dan berbisik ke telinga Luhan, Luhan tampak tenang dan ia berkelebat tersenyum. Sehun buru-buru menyeretnya ke dapur, mungkin untuk memberinya makan sandwich lagi.

Aku menunduk, ia memiliki popularitas yang begitu dahsyat, jika aku berada dalam kelompok itu, akankah si dungu linglung yang saat ini berada di sampingku memberi tahuku tentang makanan? Aku melirik Yixing, yang tertidur sebelum dia punya waktu untuk menyisir rambutnya yang sekarang menyerupai sarang burung yang acak-acakan, tangannya dimasukkan ke dalam saku dan meringkuk, menatap kosong ke lantai. Aku bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkannya.

Karena ia telah memberitahu Luhan, dia mungkin...... akan memberi tahuku juga. Aku menghibur diri dengan pertanyaan dan menjawabnya sendiri, aku akan memperlakukan dia lebih baik nanti.

48 HOURS - CHAPTER 6


Keesokan sorenya, suara dentingan gelas dan botol dari luar samar-samar membangunkanku. Semua orang mengerutkan alis mereka mungkin karena jetlag dan ketakutan,  tapi tetap saja tidak ada yang mampu melawan kelelahan.

"Apa yang mereka lakukan?" Sehun membalikkan tubuhnya seraya mengggumam.
"Seseorang mungkin akan datang untuk menyelamatkan kita," aku menutup mata lagi dan mengerutkan alisku "Kebenaran terungkap, dan ada polisi diluar."
"Jelas itu adalah hal yang terbaik, namun..." kata Kyungsoo, "Bukankah kau pikir mereka datang agak sedikit terlambat?"
Baekhyun mengucek matanya dan berdiri, menatap pintu dan berkata, "Aku akan pergi keluar dan melihat."
Saat ia berdiri, kuhadapi rasa lelahku, berjuang untuk bangkit dan terhuyung-huyung ke arahnya, "Aku akan ikut denganmu."

Kami kecewa karena tidak ada polisi dimana-mana, melainkan hanya Chanyeol dan Luhan yang sedang menempatkan beberapa gelas kosong di meja. Jongin dan Tao sedang duduk di sofa, masing-masing memegang 3 botol Vodka dan Tequila dan bersuara kepada kami, "Kami terlalu haus dan kami menemukan beberapa botol alkohol, mari kita minum bersama."
Sebuah Scorpion hitam yang tertidur digambar pada meja kaca dalam semalam, dan seketika, kecepatan detak jantungku jadi tidak karuan.
"Siapa yang menggambar ini?" Kata Baekhyun.
"Aku." Kata Chanyeol, "Kalian datang terlambat, dan aku merasa bosan jadi aku menggambar sedikit."
"Apakah kau begitu merindukan Kris?" Baekhyun berjalan mendekati Chanyeol dan mendorongnya sedikit, mengucek matanya, berbalik dan kembali berjalan ke kamar tidur. Ia mengetuk pintu dan berteriak, “Bangun! Kita akan minum alkohol!”
Aku menatap Scorpion yang digambar di atas kaca dan hatiku berdebar. Samar-samar aku teringat sesuatu, tapi rasanya seperti mimpi.

Sabtu, 20 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 5


"Leader!” seru Chanyeol dengan mulut ternganga, saat ia menuruni  tangga, berlutut dan menyaksikan Junymeon tak berdaya. Jongin berlari mendekati dan mengangkat kepala junmyeon, meletakkannya di pahanya dan berusaha menghentikan darah yg keluar dari dada junmyeon  dengan telapak tangannya, sepotong serpihan kaca tertancap di tulang rusuk kanan Junymeon, dan yang ia bisa lakukan hanyalah terengah-engah tanpa berkata apapun.

"Leader! Leader! kau tidak boleh mati!" tangis Chanyeol saat ia melihat nafas Junmyeon yang makin menipis. "Aku, aku .. mengapa .. Aku yang jadi leader? "
Baekhyun tak dapat mengucapkan apa-apa.
Jongin perlahan mengangkat kepalanya untuk melihat Baekhyun, kemudian ke arah kami, Chanyeol mendorong baekhyun dengan kuat, air matanya jatuh.  “Apa yang telah kau lakukan!" Seketika, Baekhyun mulai menangis juga dan menggelengkan kepalanya terus menerus.
Yixing berjongkok dan memegang bahu Baekhyun itu, "Ambil nafas sejenak, ceritakan  apa yang terjadi."

"Aku keluar mencari air" Baekhyun memandang Yixing lemah.
"Aku tahu, lalu?" Tanya Yixing.
"Aku berjalan ke sisi sofa dan menemukan seseorang...... memakai topi, berdiri tepat di samping cermin dengan pisau...... dan juga obor...." Kata Baekhyun  tarbata-bata.
 "Dia menatapku, memegang pisau di samping wajahnya dan mendekatiku...." Baekhyun berbicara dan mulai menangis.
"Lalu.... kemudian.... tangannya mendekatiku..... jadi aku mendorongnya.... " katanya, "ia jatuh ke belakang dan cermin itu hancur. "
"Dan kau terus membunuhnya?" Tanya Tao
"Tidak! Bukan begitu! Aku tidak bermaksud! Aku tidak bermaksud! " ia menatap semua orang, panik.
"Dia terjatuh ke lantai dengan suara parau dan mengatakan sesuatu yang  tidak bisa aku mengerti...."
Mata Baekhyun nampak kesulitan untuk mengingat semua yang terjadi dalam gelap , "Kemudian, kemudian, ia merangkak ke arahku dan meraih tanganku ........"

Kamis, 18 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 4


Aku mesti mengakui, itu adalah salah satu dari pembalasan yang aku pernah lakukan. Namun, itu jelas tindakan yang salah dan berujung bencana.

"Tao." Kata Luhan dengan kepala sedikit tertunduk setelah beberapa detik terbisu.
Tao melompat setelah membeku selama dua detik, "Sialan! Luhan mengapa kau melampiaskan kemarahanmu padaku!"
"Aku tidak melampiaskan kemarahanku padamu." Pada saat ini rumah ini telah menjadi sebuah panggung untuk komunikasi dalam bahasa China dan semua orang terlihat seperti orang dungu yang mencoba mengartikan apa isi dari argumen-argumen mereka. Bagaimanapun, hal ini tidak terlalu menantang untuk disadari, dari sejak Jongin memilih Luhan, mulut Chanyeol tidak pernah bisa tertutup*.

Luhan mengangkat kepalanya untuk menatap Tao, "Aku memiliki alasan tersendiri memilihmu."
"Aku tidak mau bergabung!" wajah  Tao memerah.

48 HOURS - CHAPTER 3


Ini adalah hitungan mundur seperti angka-angka yang mengalami proses penyusutan. Seiring waktu berakhir detik demi detik, rumah itu terbenam ke dalam keheningan yg memekakkan telinga.

"Mereka mengatakan kepada kita ... tidak ada jalan keluar dari sini dan selain itu, ada pisau terbenam di dalam kalung ini.” Kata Chanyeol, wajahnya bergidik ngeri.
"Dalam waktu 2 hari, hanya akan ada satu orang yang bertahan." Aku melihat ekspresi ketakutan mereka.
"Dan juga, kita harus dibagi menjadi 2 kelompok, dua orang terakhir yang bertahan hidup harus berasal dari kelompok yang sama." Kata Luhan, "Jika ada pelanggaran aturan", ia menunjuk pada lehernya, "Pisau itu yang akan berperan, muncul dari kalung ini. "

Setiap orang tanpa terkecuali berubah diam, satu-satunya suara berasal dari jam hitung mundur, tak henti-hentinya berdetik, terus berkurang.

"Metode Tim ..." Jongdae berbisik, "Dua orang yang paling dekat dengan pintu akan menjadi kapten, mereka akan mulai dengan memilih anggota tim, yang dipilih kemudian akan melanjutkan untuk memilih orang berikutnya dan seterusnya sampai semua orang sudah terbagi ke dalam 2 kelompok."

Semua orang berbalik, menatap pada dua orang yang berdiri paling dekat dengan pintu, Minseok dan Zhang Yixing.

Rabu, 17 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 2



KRIS' POV

Cuaca LA lebih dingin dari yang diperkirakan, tapi selain itu, hari itu tidak ada yang berbeda. Sebelum pendaratan pesawat, kami berjalan menuju area bagasi. Chanyeol, Baekhyun dan Jongin berjalan didepanku dan terdengar olehku suara lengkingan Baekhyun dan tawa berat Chanyeol. Leader Junmyun, D.O, Jongdae dan Minseok berada di bagian tengah ketika Luhan dan Sehun terus menempel berduaan seperti biasanya dan bertindak seperti tak dilihat oleh siapapun. Tao disebelahku menunjukkan ekpresinya yang frustasi karena foto predebutnya yang tersebar di internet kemarin malam. Yixing seperti biasanya terdiam di belakangnya berkutat dengan headphone di telinganya memperhatikan sekitarnya.

Aku memperlambat langkahku padanya, menariknya menghadapku,”Kamu harus berheti mendengarkan musik kalau tidak kau tidak akan medengar orang memanggilmu nanti.” kataku. Dia melihatku kebingungan dan memberikan ekspresi mengerti, ”Ok. No problem.” Namun dia masih belum mau melepaskan headphonenya. Aku berbalik pasrah dan kembali pada Tao dan masalah yang dia pikirkan. Aku tetap pada moodku yang sedang tidak baik karena insomniaku semalam, aku memikirkan Yixing yang ditegur manajer dan diberikan sedikit skorsing dan itu berarti liburanku akan terbuang juga.

“Kenapa kau terlihat kesal dan berekspresi seperti orang tuamu meninggal saja? Atau ada yang kurang jelas dari ucapanku?” Luhan selalu banyak bicara seperti biasa saat kami menunggu koper kami.  Yixing melepaskan headphonenya, ia berkata,”Dia diam-diam sedang turut berduka cita atas hidupmu.”

48 HOURS - CHAPTER 1



Kesan pertama yang terlihat, orang ini tidak terlihat dapat bertindak kasar. Aku mengerti orang-orang segan untuk berbicara dengannya dan menganggap orang ini tidak mengerti apa yang akan mereka bicarakan. Tapi jauh di dalam dirinya, anak ini normal.

“Hello,” Aku menutup pintu ruang kontrol . “Namaku Frank.”  
Aku menatapnya membungkuk sebentar dan duduk, “Kau mau segelas kopi?”
Tak ada respon yang diberikannya pada tawaranku, dia tidak terlihat tertarik dengan pertanyaan yang ada.

“Sebenarnya diriku sendiri tidak menyukai Kopi di Bureau ini, rasanya kurang enak, jadi aku membawakanmu teh...” kataku, “Ini kopi dari kebun yang baik, kau mau mencobanya?” 
Saat aku berbicara, saat itu juga aku memberi aba-aba agar Mike membawakan teh masuk ke dalam ruangan.

“Aku dengar kau sudah lama tidak minum, kau bisa dehidrasi.” Aku menatapnya, “ Yah terkecuali kau mau meninggalkan dunia ini.” Dia mulai terlihat bergerak dan terdapat gerak gerik dari matanya. “Aku bukan polisi, bukan juga temanmu yang mengajakmu mengobrol dan juga bukan seorang nanny yang akan menyemangatimu.” kataku tersenyum. “Aku dokter, orang yang sangat kamu butuhkan untuk saat ini.”

Dia tak menjawab.

“Karena kau tidak gila, mentalmu stabil dan kau tidak mengalami amnesia apapun. Kelakuanmu dan emosimu saat ini sama seperti orang luar sana, kehidupanmu juga sama seperti mereka. Kamu tidak perlu menanggapi pendapat ini tapi daya tahan tubuhmu lebih baik dari orang yang biasanya seumurmu. Meskipun kau telah melakukan percobaan bunuh diri, kau masih tetap hidup sampai sekarang.”

Kris merendahkan kepalanya dan menjatuhkan tatapannya ke lantai.

48 HOURS


PROLOG



Akhir-akhir ini, cuaca di LA cukup cerah dan menyenangkan, meskipun demikian tidak ada penurunan jumlah pasien yg berbeda jauh saat ini. Seperti biasa sekretarisku selalu memprotes tentang betapa penting pekerjaannya namun di saat yang sama ia merasa tidak dihargai. Ia merasa mendapat sangat sedikit istirahat saat harus mengangkat telpon, mengurus pasien yg mengacuhkan, atau melakukan hal-hal di luar batasan-batasan.

Aku adalah seorang psikiater berusia 42 tahun, masih single dan telah memegang lisensi praktik di Amerika selama lebih dari 10 tahun. Pada intinya aku tidak memiliki banyak ketidakpuasan maupun harapan dalam hidupku.

Sejak hari-hari sekolahku, LA tidak pernah begitu damai sebelumnya, namun itu bukan alasanku untuk memilih jurusan psikologi. Bagaimanapun ketika memilih pendidikan S3ku, aku tak bisa menghindar dari ketertarikanku. Aku mengakui bahwa pilihanku mengambil jurusan psikologi kriminal ini sangat berhubungan dengan ketertarikanku yang tinggi tentang hubungan psikologi pada kasus suami-istri. Aku mengerti bahawa hidup tidaklah mudah, 4 tahun yang lalu seorang ayah yang autis berumur 40 tahun menjadi tersangka atas pembunuhan anaknya--yang dibungkus dengan plastik dan dimasukkan dalam peti diletakkan 2 km dari rumahnya. Istrinya yg berkebangsaan Thailand, tidak bisa berbahasa Inggris, keadaan psikologinya menjadi tertekan setelah kejadian tersebut. Aku ingat itu sebagai suatu hal yang tidak terlalu menyenangkan saat natal, mengintrogasi seseorang di dalam sebuah ruangan kontrol di kantor pusat. Pria tersebut duduk bersebrangan denganku, tiba-tiba meneteskan dua tetes setetes air mata yang kemudian dapat memenuhi segelas cangkir kopi.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Our Break-Up Story

Author: Dara
Genre: Sad, Romance
Cast: Kris, Sysil unnie XD

It's 2:01am and you're still wide awake in your room, sitting on your bed, sometimes looking anxiously at your phone. It hasn't rung yet. Today is your 3rd anniversary with your boyfriend Kris and he never forgot to call you on midnight of your anniversary when he was still a trainee. But everything has changed after he debuted.