Rabu, 17 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 1



Kesan pertama yang terlihat, orang ini tidak terlihat dapat bertindak kasar. Aku mengerti orang-orang segan untuk berbicara dengannya dan menganggap orang ini tidak mengerti apa yang akan mereka bicarakan. Tapi jauh di dalam dirinya, anak ini normal.

“Hello,” Aku menutup pintu ruang kontrol . “Namaku Frank.”  
Aku menatapnya membungkuk sebentar dan duduk, “Kau mau segelas kopi?”
Tak ada respon yang diberikannya pada tawaranku, dia tidak terlihat tertarik dengan pertanyaan yang ada.

“Sebenarnya diriku sendiri tidak menyukai Kopi di Bureau ini, rasanya kurang enak, jadi aku membawakanmu teh...” kataku, “Ini kopi dari kebun yang baik, kau mau mencobanya?” 
Saat aku berbicara, saat itu juga aku memberi aba-aba agar Mike membawakan teh masuk ke dalam ruangan.

“Aku dengar kau sudah lama tidak minum, kau bisa dehidrasi.” Aku menatapnya, “ Yah terkecuali kau mau meninggalkan dunia ini.” Dia mulai terlihat bergerak dan terdapat gerak gerik dari matanya. “Aku bukan polisi, bukan juga temanmu yang mengajakmu mengobrol dan juga bukan seorang nanny yang akan menyemangatimu.” kataku tersenyum. “Aku dokter, orang yang sangat kamu butuhkan untuk saat ini.”

Dia tak menjawab.

“Karena kau tidak gila, mentalmu stabil dan kau tidak mengalami amnesia apapun. Kelakuanmu dan emosimu saat ini sama seperti orang luar sana, kehidupanmu juga sama seperti mereka. Kamu tidak perlu menanggapi pendapat ini tapi daya tahan tubuhmu lebih baik dari orang yang biasanya seumurmu. Meskipun kau telah melakukan percobaan bunuh diri, kau masih tetap hidup sampai sekarang.”

Kris merendahkan kepalanya dan menjatuhkan tatapannya ke lantai.


“Kau setidaknya punya waktu 5 jam untuk menelan penicillin tapi kau tidak menelannya.” Aku menatapnya, “Kamu mungkin seharusnya mencoba, terjun untuk mati, atau merobek nadimu dengan pecahan kaca, tapi kau memilih untuk meminum pil racun dan duduk di bathub, tapi kau tidak mati.”

Tangannya yang telihat lemas mulai bergerak.

“Keinginanmu untuk bertahan hidup, lebih besar dari siapa pun bahkan dari temanmu yang sudah mati. Itu adalah alasan kenapa kau msih hidup.” Aku mendekat ke wajahnya, ”Dan Tuhan mengijinkanmu, mungkin bukan anugrah tapi mungkin untuk penderitaan yang akan didapatkan, hukuman.”

Matanya mulai menyala, pupil matanya yang coklat mulai terlihat.. bergerak. tapi aku masih belum bisa mengartikan arti tatapan matanya itu dengan baik.

“Kamu bisa tetap diam seperti ini untuk sisa hidupmu, menjalani kegiatan evaluasi psikologimu, lalu mecari pengacara yang dapat membelamu. Kau akan dapat hidup dengan damai, hidup sebagai seorang pengcut, tapi itu bukan dirimu.” kataku, "Kalau kau berpikir seperti yang aku katakan, kau akan mengakhiri hidupmu disana, di bangunan itu."

Setelah beberapa detik aku tetap mempertahankan tatapanku padanya.

Suara parau menghiasi kata-kata pertamanya “Kau terlalu melebih-lebihkan tentang diriku.” 
Aku dapat merasakan keributan di luar sana atas reaksi anak ini, orang-orang penasaran akan hal ini. Aku dapat melihat belasan pasang mata memperhatikan kami dari kaca yang terpasang di dinding di ruangan ini. Aku tersenyum,” Kenapa bisa kau berkata seperti itu?”tanyaku.

“Kau pikir kau pintar?” dia tersenyum sinis dan menatapku.

“Tentu saja tidak.” jawabku.

“Tidak.” Dia tersenyum dan menggelengkan kepala, “Kau pasti berpikir bahwa kaulah yang tau semuanya. Berpikir semuanya dapat dikontrol olehmu.”

Aku terdiam dan menatapnya.

“Jika kau tahu bahwa polisi yang mengundangmu ke sini bukan karena untukku. Aku hanya sbuah umpan, kepalsuan, hanya sebuah tindakan.” Kris menatapku dari sudut matanya. “Tujuan utamanya hanyalah untuk membodohimu. Kau pikir aku diam karena aku sakit. Tapi sebenarnya ini hanyalah sebuah tindakan, acting.”

Aku melihat Kris di hadapanku dan bertanya-tanya apakah evaluasi psikologi tidak penting.

“Bagaimana perasaanmu?” katanya. 
Aku terdiam sejenak dan menjawabnya ,”Aku tidak akan mempercayaimu.”
“Bagaimana jika saat kau masuk dan kau tak melihat seorangpun?” tanyanya. Aku berpikir sebentar, “Aku akan menganggap bahwa ada hal yang darurat sehingga orang-orang itu pergi tanpa memberitahu kita.”

“Bagaimana jika kau tidak bisa menghubungi siapa pun dan menyadari bahwa pintu sudah terkunci dari luar?” Dia menatapku.

Aku pun menatapnya, sudah merasakan suasana yang tidak nyaman saat menatapnya, Aku mencoba untuk menyingkirkannya dan berusaha untuk tetap tenang.

“Aku akan..... melindungi diriku dan akan waspada terhadapmu.” 
Seketika matanya menyipit ,” Kau salah.”
“Tapi aku tidak akan menyerangmu sebelum aku melihatnya dengan jelas.” jelasku , “tapi bukan berarti aku mempercayaimu juga.”

Dia membungkukkan kepalanya, “Kau salah.......aku salah......Kita semua di sini salah....”

Aku menangkap ekspresi wajahnya dan bertanya “Apakah yang kau maksud teman dalam grupmu?” Dia tersenyum pasrah dan merendahkan kepalanya , “Aroma tehmu cukup baik.” Aku melihatnya yang mengalihkan topik pembicaraan, “Oh kau pernah mencoba ini Kris?”

“Bi Luo Chun, teman lamaku. Aku tau rasanya dan kami sering meminumnya. “Selama dia berbicara aku merasa seperti teman lamanya. “Teman Chinamu yang tinggal di korea?”

“Betul.” Dia menjawab, “Kami tak bebas untuk meminum ini, hanya selama musim semi, teh ini menjadi seperti pengganti minuman anggur.” Tatapannya yang terlihat mengenang akan sesuatu.

“Teman lamamu itu apakah dia masih tinggal di korea?”tanyaku. Dia terdiam sebentar dan menggelengkan kepalanya.  “Aku tak tahu, tapi biar ku tebak dia tidak ingin kembali ke Korea. Dia ingin pulang ke rumahya, hehe.”

Aku menatapnya.

“Sejujurnya, aku tidak punya banyak teman. Aku iri padanya. Dia selalu mengatakan untuk selalu ingin pulang ke rumahnya. Karena untukku, aku sendri tak tahu di mana rumahku berada.” “Aku pikir perkataanmu benar. Aku hidup bukan karena mendapatkan anugrah, melainkan sebagai sebuah hukuman.”


Original fanfiction written by 辛辛息息
Indonesian translation by DEERTORIA with citrahf and seoulofheart
Edited by septiandara21
Do not reupload, do not repost, respect copyrights, and use proper credits if linking this post.
 

16 komentar:

  1. makin makin penasaran, itu kris kenapa ya?

    BalasHapus
  2. Duh, Kris agak terganggu mentalnya kali ya, kesepian gimana gitu.

    BalasHapus
  3. makasih author yg udah nge translate *bow*

    BalasHapus
  4. penasaran sama ff ini, dari dulu pngen baca tp selalu gak sempet..
    makasi admin translateannya ^^

    BalasHapus
  5. Penasaran penasaran Penasaran :3

    BalasHapus
  6. ketiga kalinya ulang baca ini, terimkasih banyak untuk yang sudah men-translate cerita ini :))

    BalasHapus
  7. boleh minta ijin buat share di blog aku? aku pasti bakalan nulis sumbernya kok;)

    BalasHapus