Kamis, 18 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 4


Aku mesti mengakui, itu adalah salah satu dari pembalasan yang aku pernah lakukan. Namun, itu jelas tindakan yang salah dan berujung bencana.

"Tao." Kata Luhan dengan kepala sedikit tertunduk setelah beberapa detik terbisu.
Tao melompat setelah membeku selama dua detik, "Sialan! Luhan mengapa kau melampiaskan kemarahanmu padaku!"
"Aku tidak melampiaskan kemarahanku padamu." Pada saat ini rumah ini telah menjadi sebuah panggung untuk komunikasi dalam bahasa China dan semua orang terlihat seperti orang dungu yang mencoba mengartikan apa isi dari argumen-argumen mereka. Bagaimanapun, hal ini tidak terlalu menantang untuk disadari, dari sejak Jongin memilih Luhan, mulut Chanyeol tidak pernah bisa tertutup*.

Luhan mengangkat kepalanya untuk menatap Tao, "Aku memiliki alasan tersendiri memilihmu."
"Aku tidak mau bergabung!" wajah  Tao memerah.


"Seenaknya melakukan apa yang kau inginkan, sialan aku tidak mengikuti permainan ini lagi!" Luhan bereaksi dengan gelisahnya, sangat berkebalikan dengan kepribadiannya yang biasa, suaranya dan Tao saling bersahutan. Semua member Korea tampak ketakutan saat kedua orang itu bertengkar. Kyungsoo bertanya pada Junmyeon dengan pelan apa yang mereka katakan, sementara Junmyeon menyeretnya dari belakang Tao dengan lembut. Baekhyun menyipitkan matanya yang mulai berkaca-kaca, dan Chanyeol mengerutkan kening saat ia melihat Baekhyun, mungkin merasa menyesal karena tidak memilih ia pertama, situasi yang belum terjadi tentu saja bukanlah suatu yang dapat ia kontrol ataupun prediksi.

"Luhan ....." Yixing memanggilnya dengan lembut, Luhan akhirnya menghentikan pertengkaran. Tao menatapku dengan lehernya yang nampak merah terang dengan tatapan yang  seolah-olah mengantisipasi kata dariku.
Kelompok Tao mungkin akan menang, aku mendesah ringan dan berpikir bahwa mungkin dia mempunyai pendapat yang sama denganku.

"Karena seseorang telah memilihmu, pergilah." Aku berbicara dengan dingin kepadanya dalam bahasa Korea. "Kamu terlalu tidak bersabar dalam hidup."
Tao menatapku dengan matanya yang memerah sementara yang lain memiliki wajah yang menggambarkan kecanggungan. Namun itu tidak masalah, aku selalu bisa untuk menghindari atmosfer canggung.

Dia berjalan dengan kakinya yang panjang ramping ke arahku, "Kau sudah memikirkannya dengan jernih ?"
"Aku bukan dalam posisi untuk merenungkan hal itu," aku memandang dirinya dengan santai, kemudian kutundukkan kepalaku untuk menghindari kontak mata sebelum mengabaikan percakapannya dalam bahasa  China, dan aku kemudian berbicara dalam bahasa Korea, "Berhentilah selalu menempel padaku, aku telah merepotkanmu dalam waktu yang lama. "
Dia tidak berbicara untuk sesaat, mungkin karena sakitnya kata-kataku  atau mungkin karena ekspresi bodohku yang berpengalaman ini?

"Apakah ini suatu kebenaran atau kepalsuan?" bocah konyol itu sekarang menanggapinya dengan serius, sial, diam-diam aku meyalahkan diriku sendiri karena membuat masalah tambah runyam.
"Aku adalah orang yang tidak berbohong." Ucapku.
"Aku akan pergi ke kelompok itu, aku hanya ingin tahu apakah kebenaran yang kau ucapkan itu tulus.”  Matanya menajam dan sedikit memerah. Dari pemahamanku tentang diri Tao, aku tahu bahwa pada akhirnya itu akan membentuk tetesan air mata yang kemudian akan menyembur menjadi lembah air mata.
Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya, kemudian menatap papan hitung mundur, "Kau telah menyia-nyiakan waktu semua orang begitu banyak."

"Untuk apa pula kau menyimpan sejumlah waktu itu?" Sungguh air matanya mulai mengalir, "Untuk membunuh?!" Teriak ia kepadaku. Chanyeol segera menahannya dari belakang, menggunakan bahasa  Korea untuk menenangkannya dengan lembut, Luhan dan Sehun keduanya menatap ke lantai. Aku dengan tenang menyeka air liur yg dia ludahi ke wajahku.

Saat aku melihat dia diseret ke kelompok itu, aku buru-buru memanggil Sehun, "berikutnya.”  Kemudian menoleh pada kalung di leher Tao, terima kasih Tuhan, semuanya baik-baik saja.

Sehun menangkat kepalanya seperti mati rasa, seperti orang yang baru bangun tidur, ia tampaknya masih tidak menyadari apa yang harus ia lakukan, dan menatapku dengan kebingungan.
"Sekarang giliranmu untuk memilih." Kataku lembut.

Dia dengan kaku mengangkat kepalanya lagi, meneliti orang-orang yang tersisa, Baekhyun, Junmyeon dan Kyungsoo, kemudian ia memandang Chanyeol dan Luhan yang berdiri di sisi yang berlawanan sebelum berkata dengan ekspresi seperti orang yang depresi, "Apa yang terjadi ketika aku sudah selesai memilih?"
Aula tersunyi selama dua detik,  hingga aku menyadari suara jam berdetak.
Tidak ada yang menjawab pertanyaannya.
Seolah bermalas-malasan , Sehun tersenyum dan berkata "Yah, terserah."
Chanyeol dan Jongin bertemu pandang, Yixing tanpa sadar mengerling padaku, aku menunduk dan berpikir sendiri, aku sudah melakukan hal yang begitu ‘baik’ .
"Sehun ...... kau harus memilih salah satu.....” kata Chanyeol cemas.
Kepala Sehun tetap terbenam dalam keheningan.
"Jika kau tidak memilih, kita yang akan memilih" Kata Luhan.

"Baekhyun." Ketika suara Luhan melembut, Sehun melengking.  Aku melihat Chanyeol memejamkan mata, membungkuk dengan tangannya di lututnya, rambutnya jatuh berantakan tepat di samping telinganya. Jongin bertindak seolah-olah ia tersiram air panas oleh sesuatu, menggunakan tangannya untuk menutupi dahinya saat ia berbalik.

Baekhyun berdiri di samping Sehun dengan mata yang murung, Yixing sekali lagi menatapku tanpa maksud yang tidak diketahui, aku mengira bahwa ia mungkin menyesal memilihku. "Sekarang giliranmu." Kataku pada Tao, matanya mencerminkan kolam air yang mati yang begitu jelasnya memperlihatkan hilangnya gairah untuk memikirkan organisme seperti diriku ini. Kyungsoo dan Junmyeon saling berpandangan tak berdaya dan tampaknya membisikkan sebuah rencana.

"Ini semua begitu identik," Junmyeon pura-pura tertawa, "Ini tidak berarti kita akan langsung menjadi musuh, kita dapat memikirkan alternatif-alternatif ......" katanya, "Karena Kris sudah ada di grup ini, aku akan pergi ke grup Chanyeol." Ia menatapku, mengerti nasihatku.
"Tentu saja, tak masalah." Aku mengangguk dengan segera, kemudian, dia dan Kyungsoo berjalan dan berdiri di samping Tao dan Baekhyun secara berurutan.

Karpet hijau dan karpet biru, masing-masing berdiri lima orang berurutan. Aku menyaksikan emosi kemarahan mendadak dari Luhan dan Tao, kutundukkan kepalaku dan berharap aku tidak mengungkapkan apapun.
Mata Luhan seperti terlem ke lantai, dia mungkin tak mampu menahan tatapan yang datang dari  Yixing dan Sehun. Tao memandang ke pintu dengan matanya yang kemerahan, ia mungkin berpikir bahwa begitu ia keluar dari pintu itu, ia tidak akan pernah mau memperhatikanku lagi.

Bagaimanapun Tao, bila kau berhasil keluar dari pintu itu, kau akan memaafkan aku.

Ini mungkin sudah keseluruhannya, ingatanku tampaknya telah menghapus banyak yang lainnya.... dalam ingatan yang samar-samar, aku melihat Yixing berjalan kemudian menepuk pundak Luhan, Chanyeol, Jongin dan Baekhyun berpelukan dan saling membenamkan  kepala mereka bersama-sama, Junmyeon duduk di pojok, seolah-olah memerangkapi dirinya sendiri dalam wadah pemikirannya, smentara Sehun berjongkok di sudut, melamun. Luhan tampaknya telah melihat Sehun tetapi tidak menghampirinya.

Bila aku mengetahui hal ini pada momen itu, mataku adalah perekam tunggal dari keseluruhan episode ini, satu-satunya memori yang berharga dan eksklusif, Aku akan bersikeras untuk membiarkannya tetap terbuka lebar untuk mengamati seluruh orang satu-persatu. Bila waktu dapat diputar-ulang pada momen itu, aku pasti akan bersedia membayarnya, apapun biayanya.

Tim Chanyeol  dan Jonngin menduduki seluruh lantai 2 jadi secara wajar kami tinggal di lantai pertama. Meskipun jumlah kamar tidur di lantai dasar terbats, hanya satu, tapi untungnya, ada kamar mandi dan dapur yang terpisah. Namun jelas di dalam situasi seperti ini, semuanya  tidak memiliki minat untuk tidur.

Kami menghadapi masalah yang lebih besar, tidak adanya air. Air minum tidak ditemukan dan bahkan penyiram  toilet pun disegel, air yang menyembur keluar dimurnikan di samping alat cuci pembersih, air berbusa yang berwarna biru tampak sangat tak bisa diandalkan.
Untungnya, ada cukup roti isi di lemari es untuk memberi makan semua orang di lantai ini selama dua hari.

Sewajarnya, kita tidak mengetahui persediaan dan fasilitas yang terdapat di lantai dua. Meskipun kami belum membuat batas-batas dari dua tim secara jelas, memaksakan gangguan pada kelompok lain itu pasti bukanlah ide yang baik. Jika seluruh bangunan hanya memiliki satu dapur, semua yang bisa kukatakan adalah semoga beruntung. Berbagi makanan adalah sesuatu yang kita wajar kita lakukan dahulu tapi sekarang ....... Aku tak tahu pasti.

Lewat pertengahan subuh, lima orang terbaring atau duduk di dalam kamar tidur yang kurang lebih berukuran dua puluh meter ini, kelelahan memenuhi udara tapi tidak ada satupun dari kami yang pergi tidur.
"Haruskah kita melakukan sesuatu?" tanya Kyungsoo.
"Tidak ada." Kataku.
"Terus mengapa kau menyarankan pemisahan kelompok." ucapnya, menatapku.
Aku terjaga, Baekhyun menarik-narik bajunya, "Leader Junmyeon yang tadi berinisiatif." "Tidak," Kyungsoo menatap ke lantai, "Orang itu adalah dia**, Junmyeon hanya mematuhi ."
Aku tahu, aku adalah penjahatnya di balik pembagian kelompok, mendengarkan beberapa kuliah tentu sesuatu yang tak dapat dihindari.


"Apa gunanya mengatakan apapun sekarang," Sehun memutar matanya, "Kalau kau punya pendapat, kenapa tadi kau tidak menyuarakannya." Kyungsoo memandang Sehun, "Karena kau tidak memiliki pendapat, aku juga tidak berani menyuarakan pendapatku. "

"Bisakah kalian berdua berhenti bertengkar ....." ucap Yixing letih, "Kondisi sudah seburuk ini, bisakah kita tidak memiliki masalah internal..." Kyungsoo memandang Yixing dan berkata, "Kau leadernya,  kami akan mendengarkanmu."
"Mendengarkan aku?" Yixing tersenyum palsu, "Aku hanya kebetulan berada di dekat pintu itu."
Sehun memandang Yixing, kemudian menatapku balik dan berkata "Aku setuju dengan apapun." Baekhyun sembunyi di belakang Sehun, bersandar ke kasur,  "Kris adalah yang paling tua di sini dan telah menjadi leader M untuk waktu yang sangat lama, kami akan mendengarkanmu. " Untuk sesaat., tidak ada yang berbicara. Sejujurnya aku memiliki tingkat ketertarikan yang sangat rendah terhadap tugas memimpin seperti ini.

Tapi Yixing menyikutku, aku berbalik dan melihat rambutnya yang acak-acakan dan matanya yang mengantisipasiku mengatakan sesuatu. Perasaan itu seperti ketika orang yang telah kau begitu percayai menutup matamu, membawamu ke ujung dari sebuah jurang, hanya untuk berkata dalam antisipasi yang meluap-luap "Cepat buka pintunya, kita sudah di rumah."

Aku menoleh dengan tak berdaya dan menatap yang lainnya , "Kita telah debut bersama-sama untuk waktu yang lama, meskipun tak ada banyak waktu tersisa untuk dihabiskan bersama-sama, namun bekerja sama bukanlah tidak mungkin, itu hanya seperti bagaimana kita melakukannya di masa lalu, bukan." kataku.

"Di masa lalu kita bekerja sama demi ketenaran, sekarang... untuk bertahan hidup, kita perlu kemauan yang lebih kuat." Kataku sambil tersenyum..
"Aku lihat doronganmu untuk terkenal begitu besar," Sehun menatapku, “dukungan dari interaksi antara leader Kris dan para member.”
Aku berhenti sejenak dan berkata, "Aku jarang berinteraksi seintim ini dengan orang."
"Kau belum pernah?" Katanya dengan sedikit makna agresifitas.

Aku menyesuaikan posisi dudukku dengan sedikit ketertarikan, "Aku akui, ada kalanya. Namun pada saat ini, " Aku tersenyum dan menatapnya " Apakah kau bahkan punya kuasa untuk berkomentar?  Atau harus aku katakan, kau benar-benar tidak menyadari orang merekammu ketika kau berinteraksi intim dengan orang lain? "
Sehun menatapku dalam kebingungan, "Tentu saja itu karena ada orang-orang yg memperhatikanku, pernahkah kau melihatku berinteraksi intim secara pribadi?"

Itu adalah pertanyaan retoris[1], tiga orang sisanya memutar mata mereka.

"Aku bahkan bukan gay." Tambahnya dalam kebodohan, tentu saja, tak seorang pun dalam situasi seperti itu memiliki suasana hati untuk menjadikan hal itu lelucon.

"Tadi apa katamu tentang yang mereka lakukan?" Yixing menyesuaikan kepalanya dan memandang ke luar jendela, menunjuk langit-langit.
"Mungkin leader sedang rapat dengan mereka." Kata Kyungsoo bingung.
"Chanyeol mungkin merepotkan leader," Tambah Baekhyun, "Jongin mungkin tertidur karena diskusi yang membosankan."
"Singkatnya," Kata Yixing, "Mereka mendiskusikan cara-cara untuk berhubungan dengan kita."
"Mungkin tidak," kataku, "Mungkin topik mereka sama kekanakannya seperti kita."
"Menurutmu, bagaimana jika aku memilih Luhan daripada kau sebelumnya, situasi apa yang akan terjadi saat ini? Yixing melihatku, menyipitkan mata dan menyenggolku.
"Aku akan berada di tim mereka, merencanakan cara untuk membunuhmu dengan baik."
"Kenapa aku? "Yixing tiba-tiba berbicara dalam bahasa Cina.
"Karena aku suka melakukan tugas-tugas yang menantang." Kataku.
Dia membeku selama dua detik dan kemudian mendorongku, mengungkapkan protesnya yang menyenangkan.

"Aku haus." Sehun menatap kami, berdiri, menunjukkan keinginannya untuk meninggalkan ruangan.
"Tidak ada air, sudah ku cek," kataku, "bahkan kamar mandi dan dapur tak ada air. Kecuali kau ingin pergi ke lantai atas dan menanyakan apakah mereka punya. "
"Apakah vas di ruang tamu ada airnya?" Tanya Baekhyun.
"Apa kau sudah gila?" Kata Yixing.
"Kehausan telah membuat jiwaku gila." Kata Baekhyun, "Bila setangkai bunga dapat mengonsumsi senyawa penting seperti itu, aku pun bisa."
"Ya sudah kau pergi lihatlah," kataku pada Baekhyun," Jangan nyalakan lampunya untuk memberi tahu mereka, bila ada airnya, bawa semua bersama vasnya. "
"Baiklah." Dia berjuang untuk berdiri dan berjalan menuju pintu.

Dalam hitungan menit, semua rasa kantuk kami hilang dengan teriakan Baekhyun, jeritannya yang nada tinggi berasal dari ruang tamu, "Siapa kau! Jangan mendekat! " Dan setelah itu, terdengar suara kaca hancur dan pecah.
"Apa yang terjadi!" Sehun tiba-tiba berdiri.
"Cepat!" Tanpa perintahku, semua orang bergegas dan berlari ke pintu. Bahkan sebelum pintunya terbuka, suara rintihan lain terdengar dan diikuti oleh suara seretan.

Aku membuka pintu, gelap gulita. Jeritan Baekhyun yang lain memberitahuku dimana ia berada. Aku melihat seseorang memegang sesuatu yang menusuk seorang lainnya, semua dari kita melihatnya. Orang-orang dari lantai dua  beringsut menuruni tangga, lampu menyala, dan di samping saklar berdiri Jongin. Tatapanku segera beralih  ke pecahan kaca dan Baekhyun yang terduduk, di sampingnya terbaring seorang pria berlumuran darah dengan sepotong kaca telah menembus dadanya.

Orang itu, adalah Junmyeon.

Original fanfiction written by 辛辛息息
Indonesian translation by DEERTORIA with citrahf and seoulofheart
This chapter was edited and finished by citrahf

Do not reupload, do not repost, respect copyrights, and use proper credits if linking this post.

T/N:
* = mulut Chanyeol tidak bisa tertutup saking kagetnya akan situasi yang dihadapi.
** = dia yang dimaksud Kyungsoo adalah Kris.


[1] Pertanyaan yang tidak perlu dijawab

7 komentar:

  1. Ampun lah... laki aku mati??? *Suho.red*.. Ini FF siapa yang bikin?? Genre favorite aku ini... hhe,, Daebak lah yang bikin and ngetranslatenya.. hohoho

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang buat aslinya orang cina ... terima kasih ya .. buat komennya

      Hapus
  2. Sama-sama.. hehhehe.. Lanjutannya di tunggu ya :)))

    BalasHapus
  3. thank you soo muuch udah post indonesian translate nya, aku agak nggak ngerti setelah baca yang eng trans, sekali lagi makasih :DD

    BalasHapus
  4. terus itu siapa ya yang nusuk si suho kalo baekhyun aja histeris liatnya?

    BalasHapus
  5. Ya Tuhan tegang tegang banget, ini ff bikin aaaaa ini ff gila daebak ngeri. Nice

    BalasHapus