Kamis, 18 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 3


Ini adalah hitungan mundur seperti angka-angka yang mengalami proses penyusutan. Seiring waktu berakhir detik demi detik, rumah itu terbenam ke dalam keheningan yg memekakkan telinga.

"Mereka mengatakan kepada kita ... tidak ada jalan keluar dari sini dan selain itu, ada pisau terbenam di dalam kalung ini.” Kata Chanyeol, wajahnya bergidik ngeri.
"Dalam waktu 2 hari, hanya akan ada satu orang yang bertahan." Aku melihat ekspresi ketakutan mereka.
"Dan juga, kita harus dibagi menjadi 2 kelompok, dua orang terakhir yang bertahan hidup harus berasal dari kelompok yang sama." Kata Luhan, "Jika ada pelanggaran aturan", ia menunjuk pada lehernya, "Pisau itu yang akan berperan, muncul dari kalung ini. "

Setiap orang tanpa terkecuali berubah diam, satu-satunya suara berasal dari jam hitung mundur, tak henti-hentinya berdetik, terus berkurang.

"Metode Tim ..." Jongdae berbisik, "Dua orang yang paling dekat dengan pintu akan menjadi kapten, mereka akan mulai dengan memilih anggota tim, yang dipilih kemudian akan melanjutkan untuk memilih orang berikutnya dan seterusnya sampai semua orang sudah terbagi ke dalam 2 kelompok."

Semua orang berbalik, menatap pada dua orang yang berdiri paling dekat dengan pintu, Minseok dan Zhang Yixing.


"Gila, akankah kalian yang percaya omong kosong ini, ini pasti ulah fans yang iseng!" Kata Minseok sambil menggelengkan kepalanya dan melemparkan kursi ke jendela.
Kemampuan jendela yang bisa menahan segala pukulan itu sama seperti kaca yang tidak bisa dirusak, namun kemudian Minseok yang berdiri tepat di samping jendela itu jatuh secara tiba-tiba. Chanyeol berjalan terhuyung-huyung untuk melihat dan menjerit, ia jatuh ke satu sisi, melihat darah yang keluar dari leher Minseok membentuk sebuah kolam darah di daerah sekitar kakinya.

Aku menjatuhkan diri ke sofa, semua orang yang bersikap tak acuh menjadi meledak dalam suasana kacau. Baekhyun berlari ke lantai 2 dan berteriak, Jongin menjatuhkan set gelas teh  ke lantai sementara Luhan dan Yixing memucat saat mereka menyaksikan  peristiwa yang terjadi tepat di hadapan mereka itu, Sehun beberapa kali muntah dan mencengkeram perutnya karena merasa jijik.

Jongdae adalah yang paling histeris, tak hanya ia berjalan ke depan untuk memeluk Xiumin, ia pun membalik-balikannya. Jerit panik dan suara kekacauan, termasuk milikku, bergema ke sekitar ruangan seiring dengan kemunculan pisau dan sayatan merah dalamnya yg rumit membuatnya nampak di pandangan seluruh orang   .

"Apa-apaan ini! Apa sebenarnya yang kau inginkan!!" teriak Jongdae dan bergegas ke pintu depan, meninju mesin passwordnya. Kyungsoo dan Junmyeon bergegas maju sementara Jongdae terus menangis dan mencoba segala macam kombinasi nomor ....

"Anda masih memiliki dua kesempatan" suara yang otomatis keluar dari mesin tersebut, Jongdae panik mencoba lagi.
"Anda memiliki satu kesempatan" Kata suara mesin tersebut.
"Berhentilah!" teriak Jongin dari belakang.
"Kau kurang beruntung, selamat tinggal." 
Semua orang berdiri terpaku. Tangisan Jongdae terhenti. Dia jatuh ke tanah dan di saat itu genangan darah yang mengalir, mengelilingi tubuhnya.

Sejenak seisi rumah terdiam, hanya suara darah yang mengalir terus-menerus yang dapat terdengar.

"Jongdae?" Chanyeol berbisik sambil berjalan ke depan, mengamati mesin password, memeriksa Minseok yang terjatuh, sulit memercayai apa yang dilihatnya.
"Mengapa seseorang mencoba untuk memecahkan kode sandi bisa mati?!!" terlintas wajahnya pucat dan berteriak "KENAPA?!!" menatap 4 sudut ruangan.
"Tidak," ia bergumam, "Aku harus keluar dari sini ...." Dan saat ia berbicara, dia mengelilingi tempat ini, memasuki dapur, menaiki kompor dan menghantam atap jendela. Atapnya tetap diam dan tenang. Dia turun dengan napas berat, mengambil panci dan berjalan ke atas kompor lagi dengan niat untuk memecahkan jendela atap itu tapi satu detik sebelum itu, aku bergegas masuk untuk mencegahnya.

"Lepaskan aku!" Dia berjuang dengan sekuat tenaga dan berteriak, "Aku tidak ingin mati di sini! Bagaimana kau tahu itu tidak dapat ditembus! "
Aku terhuyung-huyung beberapa langkah sebelum berjalan ke arahnya dan memberinya tamparan yang keras di wajahnya, ia terdiam.
"Apakah kau ingin mati?" aku menatapnya.
"Kami tidak sebodoh itu." Aku berjalan, menyambar panci darinya dan berjalan kembali ke ruang tamu, tertunduk.

Aku hampir lupa sudah berapa lama sejak semua orang terdiam, seolah-olah itu sudah menjadi keabadian.
Seiring dengan berkurangnya waktu di countdown timer itu sudah setengah jam berlalu, Junmyeon memutuskan untuk memecahkan keheningan.

"Mari kita cari tempat yang gelap dan remang-remang dan letakkan mereka disana." Dia menatap kepada mayat-mayat berlumuran darah. Semua orang berdiri dan memulai pencarian tanpa tujuan. Seretan kaki mereka membayang-bayangi kemampuan berbicara mereka.

"Ada ruang bawah tanah di sana." Sehun membuka pintu dan berbalik untuk berbicara.
Ruang bawah tanah itu sekitar 2 lantai lebih dalam, tidak ada lampu, dingin dan di ujungnya terdapat sebuah pintu yang terkunci, tampak mirip seperti garasi. Junmyeon dan Kyungsoo membawa Jongdae sementara Luhan dan aku mengangkat Minseok, menjelajahi jalan masuk. Mebel-mebel tua disimpan di sisi-sisinya. Setengah jalan telah dilalui, aku sepertinya telah menendang sebuah rak logam atau sejenisnya dan telah membuatnya tergeser, tapi aku tidak menghiraukannya.
"Di mana kita akan meletakkan mereka?" Tanya Kyungsoo.
"Sedalam yang kita bisa." Kata Junmyeon.

Ketika aku keluar, aku melihat Yixing dan Jongin berlutut dan mengelap noda darah. Semua orang kembali duduk, papan hitung mundur memperlihatkan waktu: 46 jam 32 menit.

"Bagaimana?" Kata Jongin sambil mengelap tangannya, seperti menanyai semua orang dan bahkan dirinya sendiri.
Melihat peraturan permainan yang terdapat di dinding tidak berubah, "Mungkin," ini pertama kalinya aku gagap ketika berbicara, "Kita harus, kita harus terbagi menjadi 2 tim."

Semua orang menatapku kemudian berbalik untuk melihat Junmyeon. Sindiran macam apa ini, semua orang menyadarinya.

Aku menatapnya dengan ekspresi seolah-olah bertanya  bahwa ini adalah cara kerjanya.
Aku tidak tahu, mungkin ini seharusnya dilakukan seperti itu? Dia mengembalikan tatapanku.
Apakah beradaptasi terhadap aturan adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup? Aku menatapnya lagi.
Mungkin, bukankah kita sudah diajarkan hal itu sejak kecil? Dia perlahan-lahan menurunkan pandangannya.
Setelah beberapa menit, ia mengangkat kepalanya, mengalihkan pandangannya ke dua orang terdekat ke pintu, Yixing dan Chanyeol.

"Mari kita bagi menjadi 2 kelompok." Dia mengumumkan.
Dua orang berdiri diam dan berjalan menuju pusat dari ruang tamu di mana ada dua karpet, satu hijau, satu biru.
Yixing yang berdiri di atas karpet biru mengangkat kepalanya dan bertanya pada Chanyeol, "Siapa yang memilih pertama?"
"Mari kita gunakan cara lama kita." Chanyeol tersenyum dan berbicara.
Keduanya berhitung sampai tiga dan mengulurkan tangan mereka bersama-sama. Memang, Yixing belum pernah beruntung bermain game ini. Suit tangan.

Menatap kepada tim original K, Chanyeol ragu-ragu selama 10 detik.
"Jongin." Katanya. Jongin berdiri dari sofa dan berjalan ke sisinya, mereka tampaknya telah berjabat tangan di belakang.
"Kris." Yixing berteriak ketika Jongin sampai, seperti yang kuduga. Pada saat itu, aku melihat mata Luhan meredup beberapa detik.

Aku berdiri tepat di samping Yixing, Jongin menatap kami kosong dan menyebut nama yang membuat kami semua terkejut, "Luhan."  Aku merasakan tangan Yixing mencengkeramku seolah-olah mengekspresikan sakit maagnya. Udara terasa begitu sesak, Luhan mengerutkan dahi sesaat sebelum dia berdiri dan perlahan-lahan jalan di atas karpet. Aku memandang Jongin dan hampir mengatakan, "Kenapa?"

Dia tidak menatapku balik tapi malah, "Karena kau ingin kemenangan, tetapi tanpa Luhan, kau tidak akan menang." Dia mengangkat dagunya, “Juga, aku tidak ingin salah paham dengan hal-hal yang akan  kau katakan dalam bahasa Cina nantinya."

Telah meremehkan ketenangan dan kejernihan berpikirnya,  aku menggelengkan kepala dan tersenyum padanya, berteriak, "Oh Sehun, kemarilah!"

Original fanfiction written by 辛辛息息
Indonesian translation by DEERTORIA with citrahf and seoulofheart
This chapter was edited by  citrahf and seoulofheart
Do not reupload, do not repost, respect copyrights, and use proper credits if linking this post
Don't forget to leave some comments ^^ 


11 komentar:

  1. one word WAWW..!!
    I'm so curious the next chapter !
    oh iya, ada beberapa kata yang terbalik jadi agak susah dimengerti :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ditunggu ya .. next chapternya .. kita semua berusaha buat translate ke bahasa indonesia untuk exotic ...

      kata2 yang terbalik yang mana? nanti kita jelasin

      Hapus
  2. Sampai di chap 3 dan aku gak berernti degdegan, semudaj itu Minseok sama Jongdae mati, T>T

    BalasHapus
  3. hawanya mencekam banget pas baca, tapi tao kayanya hening banget kaga ada suaranya di chap ini ya?

    BalasHapus
  4. member exo jd dingin sifatnya

    BalasHapus
  5. Serius banget! Menegangkan sampai disini! Pas chapter sebelumnya belum kerasa.. Disini.... Aduh #deg #deg banget >.<
    Aigoo poor XiuChen :( dah say goodbye aja

    BalasHapus
  6. Apa mayatnya Jongdae ama Minseok udah ditemukan sama polisi? Dan kok mereka malah niat gitu bersaingnya. Harusnya walau mereka berbeda tim, mereka tetap bersatu... Lanjut baca!

    BalasHapus
  7. a....apa Jongdae sama Minseok ma...mati Ya Tuhan!!! ckckckck nih ff Daebak!!!!

    BalasHapus
  8. Daebakk..
    aku baru pertama kali baca dan Serius, ini ceritanya keren banget

    BalasHapus