Minggu, 21 Oktober 2012

48 HOURS - CHAPTER 6


Keesokan sorenya, suara dentingan gelas dan botol dari luar samar-samar membangunkanku. Semua orang mengerutkan alis mereka mungkin karena jetlag dan ketakutan,  tapi tetap saja tidak ada yang mampu melawan kelelahan.

"Apa yang mereka lakukan?" Sehun membalikkan tubuhnya seraya mengggumam.
"Seseorang mungkin akan datang untuk menyelamatkan kita," aku menutup mata lagi dan mengerutkan alisku "Kebenaran terungkap, dan ada polisi diluar."
"Jelas itu adalah hal yang terbaik, namun..." kata Kyungsoo, "Bukankah kau pikir mereka datang agak sedikit terlambat?"
Baekhyun mengucek matanya dan berdiri, menatap pintu dan berkata, "Aku akan pergi keluar dan melihat."
Saat ia berdiri, kuhadapi rasa lelahku, berjuang untuk bangkit dan terhuyung-huyung ke arahnya, "Aku akan ikut denganmu."

Kami kecewa karena tidak ada polisi dimana-mana, melainkan hanya Chanyeol dan Luhan yang sedang menempatkan beberapa gelas kosong di meja. Jongin dan Tao sedang duduk di sofa, masing-masing memegang 3 botol Vodka dan Tequila dan bersuara kepada kami, "Kami terlalu haus dan kami menemukan beberapa botol alkohol, mari kita minum bersama."
Sebuah Scorpion hitam yang tertidur digambar pada meja kaca dalam semalam, dan seketika, kecepatan detak jantungku jadi tidak karuan.
"Siapa yang menggambar ini?" Kata Baekhyun.
"Aku." Kata Chanyeol, "Kalian datang terlambat, dan aku merasa bosan jadi aku menggambar sedikit."
"Apakah kau begitu merindukan Kris?" Baekhyun berjalan mendekati Chanyeol dan mendorongnya sedikit, mengucek matanya, berbalik dan kembali berjalan ke kamar tidur. Ia mengetuk pintu dan berteriak, “Bangun! Kita akan minum alkohol!”
Aku menatap Scorpion yang digambar di atas kaca dan hatiku berdebar. Samar-samar aku teringat sesuatu, tapi rasanya seperti mimpi.


Setelah sekitar 2 menit, Sehun terhuyung-huyung keluar dari kamar tidur dengan goyah. "Apa alkohol..." Ia menatap deretan gelas yang tersusun rapi di atas meja dengan tatapan yang aneh.
"Tidak ada air dimanapun di seluruh bangunan ini, tapi di lantai dua ada beberapa botol alkohol ..." Chanyeol membuka botol Vodka dan menuangkannya ke dalam cangkir satu per satu. "Meskipun hal ini tidak baik untuk perut, tapi... itu jelas lebih baik dibandingkan dengan mati kehausan." Dia menatap ke arahku dan Sehun, dan memberi isyarat kepada kami untuk minum.

Tao berjalan ke depan, mengambil  gelas terdekat di tepi meja, diikuti oleh Jongin dan Luhan. Luhan mengangkat sebuah gelas, dan mendorong gelas di sebelahnya ke arahku dan mengedip padaku. Sehun juga berpikir untuk mengambil segelas, dan ketika ia mencoba meraih gelasnya, Chanyeol mengambilnya, dan ia harus mengambil gelas yang di belakangnya.
"Ah~ Seriously~~" Chanyeol mengusap perutnya dan mengembalikan gelasnya kembali ke posisi semula, "Pertama, aku harus menyingkirkan masalah pribadi ini." Dia berkata sambil berlari ke toilet.

"Cih, Kyungsoo dan Yixing masih saja belum bangun." Baekhyun berjalan ke meja kemudian Chanyeol berjalan keluar dari toilet. Mereka berkontak mata sejenak, tangan Baekhyun ragu-ragu  dan mengambil segelas, dengan cepat Chanyeol mengambil gelas di belakangnya, tapi bukan gelas yang ia ambil dari Sehun tadi.
"Kyungsoo!" Teriak Jongin keras, "Bangun!" Tapi Luhan dengan santainya berjalan ke kamar tidur kami dan hanya menyeret Yixing.
Hanya ada 2 gelas alkohol tersisa di meja ini; Yixing mengucek mata saat ia berjalan ke meja. Tao tiba-tiba mengangkat salah satu gelas dan menyerahkannya kepada Yixing.
Kyungsoo tiba beberapa saat kemudian, dan harus mengambil gelas alkohol yang terakhir.

Aku melihat ekspresi Chanyeol dan Kai yang sedikit aneh, dan ekspresi ini bukanlah ekspresi yang bimbang, malah semakin menjadi-jadi seiring Kyungsoo meneguk alkoholnya. Hal ini jelas terlihat menonjol pada  Chanyeol seiring ia perlahan-lahan berjalan di samping Kyungsoo dengan wajah pucat, prihatin dengan setiap gerakan kyungsoo bahkan ingin mendudukkannya.

Tindakan-tindakan yang aneh ini begitu cepat untuk dijelaskan, dengan cepat Kyungsoo meringkuk di sofa, memegangi dadanya dan terengah-engah dengan ekspresi abnormal menyakitkan di wajahnya. Chanyeol tampak bingung saat ia berlutut di samping sofa, menggunakan tangannya untuk mengusap keringat Kyungsoo. Jongin mencoba membuatnya berdiri, mengulangi, "Muntahkan itu, muntahkan itu keluar!"
"Apa yang terjadi?" Aku menarik Chanyeol jauh dari sofa.
"Jantungku terasa tidak enak... Aku tidak bisa bernapas..." Kyungsoo memegang dadanya erat, napasnya tersengal-sengal.
"Apakah dia alergi terhadap alkohol?" Aku mendengar Yixing bertanya pelan pada Sehun. "Tidak, kita pernah minum bersama dulu, ia memiliki tingkat toleransi alkohol yang baik..." Sehun merasa khawatir, dan memperhatikan orang-orang disekitarnya yang sedang dilanda perasaan takut.
"Tunggu... Jangan menyerah..." Chanyeol terisak sambil memegang Kyungsoo dalam pelukannya, "Maaf ... Maaf ..."

Pergerakan orang yang dipeluknya itu secara bertahap terus melemah, hingga beberapa menit kemudian saat ia benar-benar berhenti bergerak. Chanyeol menatap kosong pada orang yang berada dipelukannya, dan tidak berani untuk memeriksa apakah dia masih bernapas.
"Dia sudah mati." Tao menyentuh ujung hidungnya untuk memeriksa tanda-tanda pernapasan, dan menatap Chanyeol.
Dalam keheningan beberapa detik itu, semua orang mungkin menaruh berbagai macam pemikiran yang berbeda.
"Apa yang kau masukkan ke dalam alkohol?" tatapku pada Chanyeol.
Chanyeol mengabaikanku dan terus memeluk Kyungsoo. Dia sepertinya tidak tahu pikirannya sendiri.

Jongin secara bertahap menjadi sadar dari kesedihan, berdiri di depan Tao, mengangkat kepalanya dan berkata perlahan, "Kau curang."
Yang mengherankan, Tao tidak membela diri, dia menyakukan tangannya dan memalingkan muka.

"Bila permainannya akan dimainkan seperti ini," kata Jongin, "Berbicara tentang keadilan hanyalah omong kosong, bukankah begitu, panda?" Dia membentak dan mendorong dada Tao.
Tao menggit bibirnya, dan benar-benar tidak membalas, berbeda dengan bagaimana ia biasanya akan bereaksi.

"Seekor panda hanya akan membiarkan panda yang lain bertahan hidup, ironisnya adalah pinguin-pinguin yang percaya padanya." Tawa Jongin mencibir. “Ini terlalu konyol.” Kata Luhan, "Siapa yang memainkan kebohongan ini pertama kali? Bila daritadi kita hanya memilih seenaknya, Sehun akan jadi orang yang tergeletak di bawah sini sekarang, mati."

Aku melihat mereka dalam diam, menikmati pertunjukan.

Sehun menurunkan kepalanya, ekspresi kosong, dan menatap gelas anggurnya yang setengah kosong. Aku memejamkan mata dan tiba-tiba merasa sangat berat dan jijik; mungkin efek samping dari mengkonsumsi alkohol saat perut kosong. Scorpion bisu yang ada di meja teh itu diam-diam menggerakan ekor beracunnya secara terang-terangan.

Aku tidak ingat bagaimana mereka menangani mayat Kyungsoo, dan tidak bisa mengingat apa yang mereka perdebatkan. Aku hanya ingat Yixing bersandar di sisiku, mendesah pelan.
"Ujung ekor kalajengking itu mungkin beracun." Kata dia.
"Aku tidak tahu." Kataku.
Dia melirik lagi, berjalan dan menempatkan gelas transparannya di atas ekor Scorpion hitam, dengan lembut memutar gelasnya.

Sehun perlahan membungkuk. Dia belum juga meletakkan gelasnya.
"Siapa yang ingin mereka bunuh?" Katanya.

Itu pertanyaan yang bagus ditanyakan; mungkin mereka sendiri bahkan tidak memiliki jawaban yang pasti. Pikiranku terhenti ketika aku mendengar suara suatu objek dihantamkan ke lantai di lantai atas.

"Aku hanya mengatakan bahwa aku tidak tahu keseluruhan efek samping dari pil penyakit jantung itu." Itu suara Luhan.
"Itu satu botol penuh; efeknya pasti terjadi!" Suara Chanyeol.
"Persetan, kau terdengar seperti kau tidak setuju pada awalnya..." Tao mengumpat dalam bahasa Mandarin.
"Apa yang kau katakan! Bicara dalam bahasa Korea!” Suara Jongin, lalu suara meja didorong.
"Aku bilang bahwa semua orang sudah setuju dari awal! Sekarang untuk apa ribut? " Tao mengumpat dengan keras.
"Aku hanya setuju untuk dua pil! Tidak seluruh botol!" Suara serak Chanyeol begitu jelas,  "Yang aku setujui adalah untuk membuat mereka tidak sadar jadi mereka tidak akan bisa menyerang kita ... " Apa yang dia katakan setelah itu teredam oleh suara itu argumen keras Jongin dan Tao.

Selanjutnya ada suara benda berat menghantam lantai. Aku mengambil beberapa langkah ke kaki tangga, menyaksikan Luhan dan Jongin saling mencekik leher di samping dinding.

"Ingat ini, kaulah yang membunuh Do Kyungsoo, dan Kim Junmyeon." wajah Jongin memerah, dan mengayun wajah Luhan ke samping. Kelopak mata Luhan tertuju ke bawah, menatap lantai.
"Apa yang kau bicarakan*?" suara Tao bergetar, dan mendorong Jongin menjauh dari belakang dengan satu pukulan, langsung menerjang lantai.
"Bagaimana kematian Kim Junmyeon bahkan dikaitkan dengan Luhan?!"
"Junmyeon hanya memberi tahunya! Dia hanya mengatakan kepadanya!" Jongin berdiri dan berteriak pada Tao, nada suaranya terdengar begitu sedih.
"Cukup." Luhan menyela suara-suara yang tak teratur itu dan merapihkan kerahnya, "Pasti akan ada seseorang yang mati."

Ada keheningan selama dua detik,  Park Chanyeol menyipitkan matanya menatap Luhan, "Ya, kau mungkin telah membuat daftar urutan kematian kita, kapan aku akan mati?”

"Kau terlalu berlebihan." Kata Luhan, "Tapi bila kau terus seperti ini,kurasa kau mungkin akan mati sebelum aku."

Original fanfiction written by 辛辛息息
Indonesian translation by DEERTORIA with citrahf and seoulofheart
This chapter was edited by seoulofheart  and citrahf
Finished by citrahf
Do not reupload, do not repost, respect copyrights, and use proper credits if linking this post
Don't forget to leave some comments ^^ 

6 komentar:

  1. Huaaah... Harus berkali-kali baca baru ngerti.. wkwkwkkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh ?
      karna translate-nya atau karna ceritanya yang membingungkan ? ._.

      Hapus
    2. Ceritanya agak WOW bikin bingung.. hha

      Hapus
  2. kenapa jadi pada ribut? bagian ini rada ngebingungin sih emang, apalagi kelompok yang ketuanya chanyeol

    BalasHapus
  3. lanjut baca ajalah

    BalasHapus