Selasa, 27 November 2012

48 HOURS - CHAPTER 18



Aku berjalan keluar kamar tidur, melamun; ruang tamu telah hancur sangat parah. Aku tak tahu bagian mana dalam adegan aksi ini yang mulai kutonton, aku hanya tahu hidung Yixing sudah memar dan wajahnya bengkak, pakaiannya telah robek-robek dan ia sedang bergelut dengan Kim Jongin dari sofa menuju tangga dan terguling dari tangga menuju lantai. Ia mengerling padaku beberapa detik ketika aku keluar, dan sesegera mungkin mendapat tinjuan dari Kim Jongin seiring dengan ia menyeretnya ke lantai, menendanginya. Yixing terlihat seperti seekor anjing tak berdaya karena ditendang berlebihan, namun mengejutkannya ia menyeret dan menggulingkan Kim Jongin di lantai dengan tangannya mengunci leher Jongin.   

Seperti yang kukatakan, ia selalu seperti ini, ketika kau pikir ia akan menyerah, ia akan terus berusaha sampai ke inci tersebut, memberi tahumu bahwa ia masih hidup.

Aku bergegas menuju dapur, sekelebat terlihat lemari yang terbuka, aku mengambil wajan penggorengan yang dulu Chanyeol pakai, melangkah ke dua orang yang sedang bertarung melawan satu sama lain di pesta dansa. Aku tersandung sebuah tali plastik tepat sebelum aku mendengar Yixing menyerukan, “hati-hati!”, cih, tali plastik yang bodoh namun familiar ini.

Aku berbalik, tiba-tiba kepalaku seperti dibom, aku merasa alkohol dan darah terlucuti dari kepalaku, meresap ke seluruh leher dan bagian atas badanku. Ketika aku membuka mataku lagi, aku melihat Luhan berdiri dihadapanku memegang sebuah pemantik, ia menatap padaku, seperti seorang setan linglung.

Kuping kiriku sangat syok ketika Yixing berteriak, “Luhan!!”

Memoriku menutupi kebisingan lainnya, aku berpikir Luhan adalah orang yang sama karena ia benar-benar menoleh dan menatap Yixing. “Yixing?” ia bilang.

Momen berikutnya, Yixing menjatuhkan Luhan ke lantai, pemantiknya terjatuh sekurang-kurangnya 2 meter jauhnya. Kim Jongin menyeret Yixing dengan mengunci lehernya dari belakang, ia secara acak mengambil sebuah botol pecah dan meletakannya di dekat arteri karotid Yixing.

“Yixing!” Luhan secara naluriah meraung, “Jangan sentuh ia! Ia tidak bisa terluka!” ia mengatakannya sembari setengah berlutut mencoba untuk bangkit dari lantai ingin mencari pertolongan.


“Jangan datang kemari!” ucap Kim Jongin pada Luhan.
“Kau juga jangan mendekat!” ia, menatapku yang berencana untuk mendekat, mengucapkannya dengan gugup sembari menyeret Yixing yang membelakanginya.

“Chanyeol!” Kim Jongin berteriak ke arah kamar tidur, tidak ada suara yang merespon..

“Chanyeol dimana kau!” ia berteriak begitu pasrah, masih tak ada suara yang menjawabnya.

Tangisan Kim Jongin membahasi wajahnya, ia menatap kepada kami bertiga dan menanyaiku, “Dimana Chanyeol?”

Chanyeol meninggal, tapi aku tidak berani memberi tahunya. Ini adlah situasi yang berbanding 2:2, Yixing akan segera mati. Aku menundukkan kepalaku dan tetap terdiam, Luhan berbalik dan menatapku, mungkin memikirkan sesuatu.

“Kau membunuh Chanyeol?” Luhan menanyaku dengan tenang dalam bahasa China.
Aku tergagap dengan suara serak, “Aku tak tahu.... ia ada di kloset.” Luhan berbalik dan melihat ke kamar tidur sesaat. Ia mungkin telah memiliki jawaban di dalam hatinya.

Pada sisi yang lain, Yixing tersenyum sedikit, seolah-olah mengucapkan perpisahan padaku.

Kim Jongin terlihat ketakutan dengan percakapan Mandarin kami, menyadari ialah satu-satunya orang luar. “Luhan...” suaranya bergetar, “Apa yang kalian bicarakan....Dimana Chanyeol?....”

Aku menatap Luhan dengan tatapan memohon, ia tidak melihat padaku.


Ia menatap keluar jendela dengan tenang, sudut mulutnya melengkung sedikit terlihat seperti ketika ia kehilangan ide. Itu sebenarnya adalah pertanyaan yang sangat simpel bukan, pertanyaan yang ia tanyakan pada dirinya sendiri.

“Chanyeol, ia...” Luhan menengadah, tersenyum sambil mendekati Jongin dan Yixing, “mabuk karena beberapa gelas, dan jatuh tertidur.” Ia berkata sambil berjalan menuju Jongin, mengangkat tangannya untuk menyingkirkan botol pecah yang dipegang Jongin.

Jongin menatapnya, matanya menjadi lebih rapuh dan menggantung, “Benarkah?” ia berbisik.

“Ya, sungguh.” Luhan mengangguk dengan senyuman, ia menyingkirkan botol itu perlahan, dengan lembut mendorong Yixing dari lengan Jongin menuju ke arahku, “Ia akan sadar sebentar lagi.”

Luhan memeluk Jongin, mengusap punggungnya, aku menarik Yixing ke belakangku, Jongin tersedu seperti anak kecil, tangannya meremas baju Luhan erat-erat.

Saat itu adalah pagi yang disiram hujan lebat, keempat dari kami berdiri di ruang tamu yang berantakan ini, membuat keputusan yang paling rumit dalam hidup kami.

Semuanya mempunyai dirinya sendiri untuk disalahkan, karena jawaban itu sudah tertulis di darah masing-masing.
Seperti Sehun yang otomatis berjalan menuju dancing machine, itu adalah jawabannya.
Seperti Tao yang terus-terusan curang untuk teman-temannya, itu adalah jawabannya.
Seperti Chanyeol yang hanya menatapku dengan teramat syok namun tidak melawan, itu adalah jawabannya.
Seperti aku yang memilih untuk mengambil wajan penggorengan dan berjalan menuju Kim Jongin, itu adalah jawabanku.
Seperti Luhan yang melihatku namun memejamkan matanya dan tetap terdiam, itu adalah jawaban yang ia pilih untuk Kim Jongin, juga adalah jawaban yang ia pilih untuk Yixing dan aku, bahkan lebih, jawaban yang ia pilih untuk dirinya sendiri.

Lenganku terangkat dan jatuh, Jongin menoleh menatapku, terjatuh perlahan, salah satu tangannya mencengkram bahuku, yang lainnya menggenggam pakaianku erat-erat.
Aku menutup mataku dan mendorongnya dengan keras ke lantai, matanya yang tak berdaya terbuka lebar, mungkin membayangkan semua perang-perang tak terlihat yang telah ia alami selama hidupnya yang singkat. Ini akan menjadi kekalahannya satu-satunya, kekalahan terakhir..

Luhan berlutut di lantai, hingga nadi Kim Jongin berhenti. Ia memejamkan mata-mata yang enggan* dengan tangannya, “Beristirahatlah.” Ucap Luhan sembari berdiri, berjalan melewati aku dan Yixing.

“Aku kalah.” Ia bilang.



T/N:
* = mata-mata yang enggan maksudnya adalah mata Jongin setelah ia meninggal.

Original fanfiction written by 辛辛息息
Indonesian translation of this chapter by citrahf

Do not reupload, do not repost, respect copyrights, and use proper credits if linking this post.


Don't forget to leave some comments ^^
 

10 komentar:

  1. jongin mati kenapa?? grgr kecapean hbs berantem? atau di cekik luhan? atau krn kris? D;

    BalasHapus
  2. Pada akhirnya, sebab dari kematian dari sisa yang hidup adalah Kris? bekerjasama sama Luhan? Ahhhhhh, penasaran.

    BalasHapus
  3. Tragis /plak. Tpi Luhan kemana? Aishh penasaran #nextchap

    BalasHapus
  4. Kai mati ditangan siapa??? Kris atau Luhan??
    aduuhhh,,,mengapa jadi seperti ini??? #nangis :'(

    BalasHapus
  5. sedih lagiiii :((

    BalasHapus
  6. kris membunuh kai pake penggorengan??
    luhan diem aja?
    ini cerita sumpah bagus banget
    lanjut baca next chapter nya

    BalasHapus
  7. Mrinding bcanya smpah min . Pd akhirnya sisa 2 lwan 1 . Gila . Jd si kris yg ngebunuh kai ? Tragis skli

    BalasHapus