Aku berjalan keluar kamar
tidur, melamun; ruang tamu telah hancur sangat parah. Aku tak tahu bagian mana
dalam adegan aksi ini yang mulai kutonton, aku hanya tahu hidung Yixing sudah
memar dan wajahnya bengkak, pakaiannya telah robek-robek dan ia sedang bergelut
dengan Kim Jongin dari sofa menuju tangga dan terguling dari tangga menuju
lantai. Ia mengerling padaku beberapa detik ketika aku keluar, dan sesegera
mungkin mendapat tinjuan dari Kim Jongin seiring dengan ia menyeretnya ke
lantai, menendanginya. Yixing terlihat seperti seekor anjing tak berdaya karena
ditendang berlebihan, namun mengejutkannya ia menyeret dan menggulingkan Kim
Jongin di lantai dengan tangannya mengunci leher Jongin.
Seperti yang kukatakan, ia
selalu seperti ini, ketika kau pikir ia akan menyerah, ia akan terus berusaha
sampai ke inci tersebut, memberi tahumu bahwa ia masih hidup.
Aku bergegas menuju dapur,
sekelebat terlihat lemari yang terbuka, aku mengambil wajan penggorengan yang dulu
Chanyeol pakai, melangkah ke dua orang yang sedang bertarung melawan satu sama
lain di pesta dansa. Aku tersandung sebuah tali plastik tepat sebelum aku
mendengar Yixing menyerukan, “hati-hati!”, cih, tali plastik yang bodoh namun
familiar ini.
Aku berbalik, tiba-tiba
kepalaku seperti dibom, aku merasa alkohol dan darah terlucuti dari kepalaku,
meresap ke seluruh leher dan bagian atas badanku. Ketika aku membuka mataku
lagi, aku melihat Luhan berdiri dihadapanku memegang sebuah pemantik, ia
menatap padaku, seperti seorang setan linglung.
Kuping kiriku sangat syok
ketika Yixing berteriak, “Luhan!!”
Memoriku menutupi kebisingan
lainnya, aku berpikir Luhan adalah orang yang sama karena ia benar-benar
menoleh dan menatap Yixing. “Yixing?” ia bilang.
Momen berikutnya, Yixing
menjatuhkan Luhan ke lantai, pemantiknya terjatuh sekurang-kurangnya 2 meter
jauhnya. Kim Jongin menyeret Yixing dengan mengunci lehernya dari belakang, ia
secara acak mengambil sebuah botol pecah dan meletakannya di dekat arteri
karotid Yixing.
“Yixing!” Luhan
secara naluriah meraung, “Jangan sentuh ia! Ia tidak bisa terluka!” ia
mengatakannya sembari setengah berlutut mencoba untuk bangkit dari lantai ingin
mencari pertolongan.
“Kau juga jangan
mendekat!” ia, menatapku yang berencana untuk mendekat, mengucapkannya dengan
gugup sembari menyeret Yixing yang membelakanginya.
“Chanyeol!” Kim
Jongin berteriak ke arah kamar tidur, tidak ada suara yang merespon..
“Chanyeol dimana
kau!” ia berteriak begitu pasrah, masih tak ada suara yang menjawabnya.
Tangisan Kim
Jongin membahasi wajahnya, ia menatap kepada kami bertiga dan menanyaiku, “Dimana
Chanyeol?”
Chanyeol
meninggal, tapi aku tidak berani memberi tahunya. Ini adlah situasi yang
berbanding 2:2, Yixing akan segera mati. Aku menundukkan kepalaku dan tetap
terdiam, Luhan berbalik dan menatapku, mungkin memikirkan sesuatu.
“Kau membunuh Chanyeol?” Luhan
menanyaku dengan tenang dalam bahasa China.
Aku tergagap dengan suara
serak, “Aku tak tahu.... ia ada di kloset.” Luhan berbalik dan melihat ke kamar
tidur sesaat. Ia mungkin telah memiliki jawaban di dalam hatinya.
Pada sisi yang lain, Yixing
tersenyum sedikit, seolah-olah mengucapkan perpisahan padaku.
Kim Jongin terlihat ketakutan
dengan percakapan Mandarin kami, menyadari ialah satu-satunya orang luar. “Luhan...”
suaranya bergetar, “Apa yang kalian bicarakan....Dimana Chanyeol?....”
Aku menatap Luhan dengan
tatapan memohon, ia tidak melihat padaku.
Ia menatap keluar jendela
dengan tenang, sudut mulutnya melengkung sedikit terlihat seperti ketika ia
kehilangan ide. Itu sebenarnya adalah pertanyaan yang sangat simpel bukan,
pertanyaan yang ia tanyakan pada dirinya sendiri.
“Chanyeol, ia...” Luhan
menengadah, tersenyum sambil mendekati Jongin dan Yixing, “mabuk karena
beberapa gelas, dan jatuh tertidur.” Ia berkata sambil berjalan menuju Jongin,
mengangkat tangannya untuk menyingkirkan botol pecah yang dipegang Jongin.
Jongin menatapnya, matanya
menjadi lebih rapuh dan menggantung, “Benarkah?” ia berbisik.
“Ya, sungguh.” Luhan
mengangguk dengan senyuman, ia menyingkirkan botol itu perlahan, dengan lembut
mendorong Yixing dari lengan Jongin menuju ke arahku, “Ia akan sadar sebentar
lagi.”
Luhan memeluk Jongin, mengusap
punggungnya, aku menarik Yixing ke belakangku, Jongin tersedu seperti anak
kecil, tangannya meremas baju Luhan erat-erat.
Saat itu adalah pagi yang
disiram hujan lebat, keempat dari kami berdiri di ruang tamu yang berantakan
ini, membuat keputusan yang paling rumit dalam hidup kami.
Semuanya mempunyai dirinya
sendiri untuk disalahkan, karena jawaban itu sudah tertulis di darah
masing-masing.
Seperti Sehun yang otomatis
berjalan menuju dancing machine, itu adalah jawabannya.
Seperti Tao yang terus-terusan
curang untuk teman-temannya, itu adalah jawabannya.
Seperti Chanyeol yang hanya
menatapku dengan teramat syok namun tidak melawan, itu adalah jawabannya.
Seperti aku yang memilih untuk
mengambil wajan penggorengan dan berjalan menuju Kim Jongin, itu adalah
jawabanku.
Seperti Luhan yang melihatku
namun memejamkan matanya dan tetap terdiam, itu adalah jawaban yang ia pilih
untuk Kim Jongin, juga adalah jawaban yang ia pilih untuk Yixing dan aku,
bahkan lebih, jawaban yang ia pilih untuk dirinya sendiri.
Lenganku terangkat dan jatuh,
Jongin menoleh menatapku, terjatuh perlahan, salah satu tangannya mencengkram
bahuku, yang lainnya menggenggam pakaianku erat-erat.
Aku menutup mataku dan
mendorongnya dengan keras ke lantai, matanya yang tak berdaya terbuka lebar,
mungkin membayangkan semua perang-perang tak terlihat yang telah ia alami
selama hidupnya yang singkat. Ini akan menjadi kekalahannya satu-satunya,
kekalahan terakhir..
Luhan berlutut di lantai,
hingga nadi Kim Jongin berhenti. Ia memejamkan mata-mata yang enggan* dengan
tangannya, “Beristirahatlah.” Ucap Luhan sembari berdiri, berjalan melewati aku
dan Yixing.
“Aku kalah.” Ia bilang.
T/N:
* = mata-mata yang enggan
maksudnya adalah mata Jongin setelah ia meninggal.
Indonesian
translation of this chapter by citrahf
Do not reupload, do not repost, respect
copyrights, and use proper credits if linking this post.
Don't
forget to leave some comments ^^
jongin mati kenapa?? grgr kecapean hbs berantem? atau di cekik luhan? atau krn kris? D;
BalasHapusPada akhirnya, sebab dari kematian dari sisa yang hidup adalah Kris? bekerjasama sama Luhan? Ahhhhhh, penasaran.
BalasHapusiya yang tersisa hidup hanya Kris
HapusTragis /plak. Tpi Luhan kemana? Aishh penasaran #nextchap
BalasHapusKai mati ditangan siapa??? Kris atau Luhan??
BalasHapusaduuhhh,,,mengapa jadi seperti ini??? #nangis :'(
sedih lagiiii :((
BalasHapuskris membunuh kai pake penggorengan??
BalasHapusluhan diem aja?
ini cerita sumpah bagus banget
lanjut baca next chapter nya
baekhyun udah mati kah???
BalasHapusNice^^
BalasHapusMrinding bcanya smpah min . Pd akhirnya sisa 2 lwan 1 . Gila . Jd si kris yg ngebunuh kai ? Tragis skli
BalasHapus