Ada orang yang terikat untuk menjadi
orang yang telah mengalahkan semua lawan mereka, namun memilih untuk kalah
kepada dirinya sendiri. Hal yang lebih membebani daripada kematian adalah untuk
hidup dengan penuh derita, ia dari dulu selalu lebih pintar dan menentukan
daripada aku, selalu membuat pilihan yang benar.
Aku telah lupa seberapa lama waktu
berlalu, Yixing terbaring tidur di sofa.
Luhan membuka pintu untuk berjalan keluar dari kamar tidur di lantai dua,
berdiri di kaki tangga.
“Bisakah aku meminjam tali plastik
yang ada di lantai?” Ia berucap dengan senyuman.
Melihat ke lantai, aku tahu bahwa jam
hitung mundur telah menunjukkan angka 4. Seiring aku mengosongkan minyak dari
pemantik tetes demi tetes, aku membuat sebuah keputusan yang sangat bodoh dalam
hidupku yang juga menjadi alasan aku telah menyalibkan diriku seumur hidup.
Aku dengan lembut menggelengkan
kepalaku. Seolah-olah lega, ia melambaikan tangan dan menyembulkan senyuman, “Kemudian
lupakanlah... omong-omong, aku ingin meminta suatu hal padamu.”
“Bicaralah.” Kataku, tetap menjaga
pandanganku ke lantai.
“Ini adalah alamat rumahku dan nomor
teleponku,” ia melipat secarik kertas di tangannya,
“Sudah hampir dua tahun aku tidak
berbicara kepada orangtuaku...” ia berbicara dengan santainya, “Aku punya
beberapa deposito, tidak banyak, tolong aku untuk memberikannya pada
mereka........ juga,” ia meregangkan kepalanya ke arah Yixing berada, “Tolong
aku mengucapkan selamat tinggal pada si bodoh itu.”
“Haruskah aku membangunkannya?”
Aku menatapnya.
Ia melebarkan tangannya ke
udara dan menahanku, “Jangan, lupakan.”
“Kau selalu ingin aku
menyampaikan barang untukmu,” Aku menatap padanya, “Mengapa tidak kau lakukan
sendiri.”
Ia merenung selama beberapa
detik dan tersenyum dengan mata yang murung, “Aku adalah orang yang idiot
tentang kata-kata.” Ucapnya.
Itu adalah kalimat terakhir
yang ia tinggalkan untukku, dan mungkin kalimat terakhir yang ia tinggalkan
kepada dunia.
Kemudian ia membungkuk dan
meletakkan jam tangan pink di lantai.
Ia meninggalkan sebuah
senyuman padaku, berbalik dan berjalan lagi ke kamar tidur, menghilang dari
ruang pandangku.
Lebih dari setengah jam kemudian, aku
terwaspada oleh getaran suara diluar pintu, Yixing masih tertidur, aku
mendekati jendela dapur sendirian untuk melihat ke luar. Garis pandangku
terbatas, aku tak dapat melihat seorang pun, hanya darah merah tua yang turut
mengalir bersama hujan.
Berjalan menuju lantai dua, aku hanya
melihat pintu yang mempunyai akses ke cerobong asap sedikit terbuka, dan
sprei-sprei kasur yang telah kusut dirobek, di seluruh lantai dua tidak ada
siapa pun.
Duduk sendiri di kamar tidur lantai
dua, aku menyisirkan tanganku ke karpet yang mereka semua telah injak. Berdiri,
aku berjalan menuju pinggir tangga dan memungut jam tangan pink, waktunya telah
terhenti pada saat jam kematian Sehun.
Permainan ini telah mendekati
finalnya, lihat Yixing, kita telah menang.
Indonesian
translation of this chapter by citrahf
Don't
forget to leave some comments ^^
aaaaa sedih banget chapter ini
BalasHapusLuhan bunuh diri???
BalasHapusSedih,,,I'm cry..
liat pict di header blog, trus scroll ke bawah baca cerita jadi sedih banget... :((
BalasHapusudah tinggal 2 orang aja .. :(
BalasHapusUwaaaa lulu hiks ;-;
BalasHapuslulu bunuh diri,,,,,di cerobong asap?????? baekkie itu matinya kapan?? udah lewat??
BalasHapusMaaf kamu baca dari prolog gak sih?
HapusKeren^^
BalasHapusBaekhyun mati diiket lehernya *dicekek* sama tao ^^
BalasHapusSedih bgt baca chpter ini . Sumpah sdih bgt . Wlaupun bkan EXO - L tp gua tau bgmana prasaan fans .gila sdih bgt . Jujur aja nangis bca bgian ini ㅠㅠ
BalasHapusSedih bgt baca chpter ini . Sumpah sdih bgt . Wlaupun bkan EXO - L tp gua tau bgmana prasaan fans .gila sdih bgt . Jujur aja nangis bca bgian ini ㅠㅠ
BalasHapus